RSS

WELLSITE GEOLOGY

                   Ruang lingkup pekerjaan wellsite geology itu sangat luas, tapi dalam postingan saya yang ini cuma membahas pekerjaan wellsite geology dalam petroleum industry walaupun dalam dunia pertambangan juga ada bagian-bagian pekerjaan yang terdapat seperti di Petroleum industry. Karena di pertambangan pun tidak sedikit yang menggunakan pemboran dalam mengeksplorasi sumber mineral yang ada. Pekerjaan seorang  wellsite  geology  adalah  sangat  penting,  terutama sekali  dalam  pengeboran  suatu  sumur.  Seorang  wellsite  geology bertugas  untuk memastikan  bahwa  pekerjaan  berlangsung  dengan  baik,  baik  itu  coring, cementing ataupun logging dan meng-counter adanya pay-zone dan interval of interest. Selain itu wellsite geology  diharapkan dapat melakukan suatu interpretasi  terhadap  data  yang  didapat  selama  pengeboran  berlangsung, sehingga pengeboran berlangsung dengan baik.
                   Nah setelah tahu ruang lingkup perkerjaan wellsite geology saya sebagai geologist awam ingin mencoba menjelaskan tugasnya masing-masing seperti yang sudah di jelaskan di atas. Dari mulai deskripsi cutting sampai coring  Saya mau memulai dari deskripsi/ analisis cutting, Cutting merupakan material hasil hancuran batuan oleh mata bor atau bit yang  dibawa  oleh lumpur pemboran ke permukaan. Dari cutting, seorang wellsite geology dapat membuat catatan berisi profil litologi vertikal sesuai dengan kedalamannya dan deskripsi  masing-masing batuan. Profil litologi dibuat sesuai dengan ketentuan yang standar dan umumnya diberi kode. Demikian juga deskripsi harus berdasarkan format yang sudah  standar. Selanjutnya catatan tersebut akan dibandingkan dengan well log atau drill time log. Perjalanan    cutting    sejak    penetrasi    mata    bor    sampai    permukaan membutuhkan waktu minimal 1 menit atau paling lama 60 menit, tetapi umumnya 15-45 menit. Waktu ini disebut lag time. Lag time ini merupakan fungsi dari kedalaman, volume Lumpur dan kecepatan pemompaan. Cutting keluar dari lubang bor berupa hancuran-hancuran yang tertutup lumpur (muddy mass) dan pengamatan pertama yang sangat penting adalah mengetahui   keberadaan   minyak  di  dalam  cutting  karena  cutting  baru melepaskan  tekanan  ikatnya  (coating  pressure)  sehingga  minyak  dapat keluar  dari  cutting,  jadi   merupakan   waktu  yang  tepat  untuk  melihat keberadaan minyak dari cutting. Cutting dikumpulkan menurut tiap interval tertentu, misalnya tiap 10 feet.   Sampel   yang  baru  dibersihkan  dan  masih  basah  disampaikan  ke wellsite geology.  Cutting   harus  dibersihkan  dulu  baru  dideskripsi,  kemudian dikeringkan sebelum ditempatkan pada tempat yang permanen.
                 Seorang wellsite geology yang akan   mendeskripsikan   cutting   harus   menggunakan prosedur yang standar. Kebanyakan perusahaan memiliki prosedur tersendiri. Prosedur yang umum dipakai sebagai berikut:
1.    Nama umum batuan – digarisbawahi dan diikuti oleh nama batuan yang lebih detail
2.    Warna
3.    Tekstur meliputi ukuran butir, roundness, dan sortasi
4.    Materi penyusun semen/matriks
5.    Fosil dan asesoris
6.    Tipe bedding
7.    Porositas dan kenampakannya
8.    Hal-hal lain yang penting, seperti odor
9.    Petunjuk minyak atau gas (oil/gas show) seperti oil cut

Contoh deskripsi yang di dapat dari salah satu wellsite geology pada hasil deskripsi cutting yang merupakan ruang lingkup wellsite geology:
Sandstone:  lithic  arkose,  merah,  ukuran  butir  sedang,  sortasi  buruk, kebundaran  buruk/subangular,  semen  kalsit,  tidak  ada  fosil,  laminasi minor, porositas intergranular, tidak ada cut
Selain mendeskripsi dari analisa cutting, wellsite geology juga menganalisa  data coring yang di ambil. Coring  memberikan   sampel   dengan   kualitas   yang   tinggi   dengan melakukan   pengukuran   langsung   terhadap   batuan   dan   formasi.   Core memberi informasi geology dan teknik (engineering), dan analisisnya akan memberikan keuntungan dalam pengembangan lapangan.
Terdapat berbagi macam sistem coring. Sistem yang digunakan akan bergantung    pada    tujuan    yang    ingin    dicapai    dan    juga    keterbatasan- keterbatasan dari formasi dan keadaan pemboran.
-    Continuous coring

-    Uncontinuous coring
Kira-kira seperti itulah tugas wellsite geology di lapangan, tapi ruang lingkup tersebut berdasarkan seorang wellsite geology. namun pada wellsite geology juga ada yang bertugas menjadi seorang mud logging, artinya seorang wellsite geology tidak hanya mendeskripsikan cutting dan corring. Berdasarkan info yang saya dapat dari salah satu teman saya yang sudah bekerja pada sumur pemboran, mudlogger, mud engineer saling cross job sesuai schedule yang telah di tentukan manager eksploration.

dikutip dari : http://geologyguobloki.blogspot.com/2010/03/wellsite-geology.html

ANALISA DIGITAL DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK IDENTIFIKASI LOKASI TAMBANG BATUBARA DAERAH KECAMATAN GUNUNG BINTANG AWAI, BARITO SELATAN, KALTENG



PENDAHULUAN
Kegiatan pemetaan potensi batubara dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh yaitu suatu cara untuk mengetahui obyek di permukaan bumi tanpa menyentuh langsung obyek yang dikaji menggunakan analisa digital. Teknologi penginderaan jauh yang diaplikasikan dalam mengidentifikasi kandungan bahan tambang berupa batubara menggunakan data penginderaan jauh berupa citra satelit Landsat7 Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) atik serta data Data Space Shutle DEM – SRTM 92m NASA yang mempunyai cakupan areal yang luas. Dengan teknologi Remote Sensing, diharapkan agar mendapatkan informasi mengenai lokasi-lokasi yang ditafsir mengandung bahan tambang berupa batubara melalui citra satelit, yang akan dipergunakan dalam tahap eksplorasi dan mempersempit survey. Informasi yang penting bagi pengusaha batubara adalah lokasi keberadaan dan potensi batubara tersebut. Metode yang digunakan selama ini adalah metode konvensional dalam melakukan survey lapangan atau yang sering disebut dengan tahap eksplorasi. Aksessibilitas di daerah penelitian cukup sulit, karena merupakan daerah dominan vegetasi rapat dan tertutup oleh hutan, serta akses jalan yang kurang mendukung untuk bisa dengan mudah melakukan survey lapangan. Data penginderaan jauh memberikan peluang yang lebih besar untuk melakukan identifikasi lokasi sebaran atau singkapan batubara sehingga mempersempit tahap survey eksplorasi. Masalah-masalah yang terkait dengan survey lapagan dan aksessibilitas dapat diatasi dengan teknologi penginderaan jauh. Data penginderaan jauh dapat memberikan efisiensi yang tinggi baik dari segi biaya maupun waktu, karena tidak membutuhkan banyak survey kecuali untuk verifikasi atau kecocokkan lapangan sehingga survey-survey yang dilakukan lebih terarah (Helmi, 2007)



PEMBAHASAN
Penginderaan Jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh infomasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisa data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji. Penerapan ilmu geologi didalam industri batubara digunakan untuk menentukan keadaan lokasi dan pengembangan sumberdaya yang ada pada keadaan tertentu, serta merencananakan bagaimana mengekstraksi batubara secara ekonomis. Tujuan eksplorasi batubara pada umumnya adalah untuk menemukan suatu daerah baru yang mengandung batubara dalam jumlah tertentu dengan kualitas yang baik.
Penyelidikan umum (prospeksi) merupakan langkah pertama usaha pertambangan. Pada tahap penyelidikan umum ini kegiatan ditujukan untuk mencari dan menemukan endapan bahan galian dan mempelajari keadaan geologi secara umum untuk daerah yang bersangkutan berdasarkan data permukaan. Setelah itu dilanjutkan dengan penyelidikan eksplorasi yang menyelidiki geologi secara lebih teliti baik kearah vertikal maupun horizontal. Setelah itu dilanjutkan dengan studi kelayakan dan persiapan penambangan. Penggunaan data penginderaan jauh dalam eksplorasi mineral merupakan salah satu cara yang paling banyak dilakukan dalam bidang geologi. Penelitian Geologi sekitar daerah tambang dengan bantuan data Landsat untuk prospek pertambangan, mepelajari “Liniament” (merupakan indikasi suatu patahan) yaituuntuk mengetahui secara jelas lokasi dan terjadinya mineralisasi atau batuan endapan bahan tambang
Melalui pengolahan citra satelit, maka diharapkan bermanfaat untuk :
1. Kemudahan dalam melakukan proses identifikasi lokasi potensi tambang batubara.
2. Memperoleh pola atau cara untuk melakukan identifikasi awal lokasi potensi tambang batubara.
Komponen dasar pada sistem penginderaan jauh ini ada 4, yaitu target, sumber energy, alur transmisi, dan sensor. Pada kasus ini, yang menjadi target adalah daerah Gunung Bintang Awai, Kalimantan Tengah. Sinar matahari masih menjadi sumber energy utama pada citra kali ini. Lalu ditransmisikan dan diteruskan kepada sensor menjadi sebuah citra LANDSAT  7 Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+).
Tahap pekerjaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagi berikut :
1. Menampilkan Data Raster Citra Landsat7 ETM+
2. Proses Digitasi Peta Topografi
3. Import Data Vektor Jalan dan Sungai
4. Menampilkan Data Vektor
5. Koreksi Geometri Citra
6. Citra Komposit
7. Menampilkan Data Digital Space Shuttle (SRTM)
8. Pemodelan topografi 3 Dimensi (3D)
9. Penentuan Batas Lokasi Penelitian
10. Pemotongan (Cropping) Citra dan DEM Pada Daerah Penelitian
11. Fusi Citra Satelit Landsat7 ETM+ dan SRTM DEM
12. Interpretasi dan Deliniasi Lokasi Tambang Batubara
Interpretasi citra satelit Landsat7 ETM+ dan data SRTM DEM dilakukan secara visual untuk mengidentifikasi lokasi potensi batubara berdasarkan unsur-unsur interpretasi seperti tekstur, pola dan bentuk dari permukaan tanah di lokasi penelitian. Deliniasi Lokasi Batubara Setelah proses interpretasi citra sacara visual dengan memperhatikan kesamaan bentuk pola dan tekstur yang terdapat pada lokasi penelitian, selanjutnya dilakukan deliniasi pada lokasi-lokasi tersebut. Sehingga dihasilkan peta sebaran lokasi potensi batubara sementara (seperti gambar disamping) Penentuan Sampel Area Ditentukan sampel area atau titik koordinat tertentu untuk verifikasi lapangan pada lokasi sebaran batubara untuk dilakukan uji ketelitian dilapangan. Sehingga dihasilkan peta lokasi sebaran.
Dalam penginderaan jauh dikenal citra komposit yang merupakan perpaduan dari beberapa saluran atau band yang ada pada citra satelit Landsat7 ETM+. Penyusunan citra komposit dimaksudkan untuk memperoleh gambaran visual yang lebih baik seperti halnya foto udara infra merah berwarna, sehingga pengamatan obyek, pemilihan sampel dan aspek estetika citra dapat diperbaiki. Dalam teori warna ada tiga warna dasar, yaitu : merah, hijau dan biru. Berikut ini tampilan citra Landsat7 ETM+ tahun perekaman 2003 yang sudah di FCC (False Color Composit), dengan kombinasi band 4, band 5 dan band 7 (RGB) kombinasi dari band-band tersebut digunakan untuk interpretasi citra dalam mengidentifikasi lokasi yang berpotensi mengandung batubara. Pemilihan kombinasi band 4, band 5 dan band 7 (RGB) karena band 4 merupakan saluran inframerah dekat yang cukup baik untuk karakteristik vegetasi, band 5 merupakan saluran inframerah tengah yang cukup baik untuk menonjolkan kondisi kelembaban tanah serta band 7 merupakan saluran inframerah terluntuk menonjolkan tanah terbuka dan keperluan lain yang berhubungan dengan gejala termal. Selain itu, perpaduan antara band 5 dan band 7 berguna untuk mendeteksi batuan dan defosit mineral. Pada intinya kombinasi dari band-band tersebut sangat baik dan kontras dalam menampilkan obyek-obyek topografi lokasi penelitian.
Identifikasi lokasi yang berpotensi mengandung batubara dilakukan dengan menginterpretasi data digital penginderaan jauh yaitu citra satelit Landsat7 ETM+ dan Space Shuttle SRTM DEM yang telah melalui tahap-tahap pengolahan. Sebagai dasar dalam melakukan interpretasi adalah unsur-unsur interpretasi citra seperti pola, bentuk, selain itu diperhatikan juga arah patahan, lipatan, dan tekstur. Suatu lokasi yang teridentifikasi mengandung batubara pada citra satelit Landsat7 ETM+. Kesulitan yang dihadapi saat melakukan interpretasi adalah faktor topografi lokasi penelitian yang tidak begitu menonjol. Sedangkan kondisi tutupan awan tidak terlalu mengganggu proses interpretasi dan citra satelit Landsat7 ETM+ perekaman tahun 2003 dapat dikatakan bersih dari tutupan awan.


PENUTUP

Kesimpulan
1. Pengolahan data citra satelit Landsat7 ETM+ akan menghasilkan tutupan lahan dari lokasi penelitian sehingga belum dapat membantu dalam proses interpretasi lokasi kandungan batubara.
2. Fusi citra satelit Landsat7 ETM+ dan data Space Shuttle SRTM DEM akan menghasilkan pemodelan topografi 3 dimensi, sehingga visualisasi topografi permukaan bumi akan terlihat jelas dan mempermudah analisa lokasi-lokasi sebaran batubara.
3. Interpretasi ETM+ dilakukan dan citra data secara satelit Landsat7 DEM untuk Shuttle SRTM DEM lebih luas lagi, dalam mengidentifikasi lokasi-lakosi berpotensi bahan tambang lainnya tidak hanya batubara.
4. Melalui analisa tingkat kepercayaan interpretasi dapat dicapai sebesar 80%, dimana dari 10 lokasi terduga berpotensi mengandung batubara, 8 lokasi yang terdapat batubara dan 2 lokasi yang tidak terdapat batubara.
Saran
1. Diharapkan aplikasi analisa digital data Penginderaan Jauh berupa citra satelit Landsat7 ETM+ dan data Space
2. Agar memanfaatkan data selain citra satelit Landsat7 ETM+ dan Space Shuttle SRTM DEM untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi potensi batubara. SRTM visual mengidentifikasi lokasi potensi sebaran batubara berdasarkan unsur-unsur interpretasi, sehingga untuk pola-pola yang sejenis diduga mempunyai ciriciri megandung batubara.

dikutip dari :
http://otisaumirahmawati.wordpress.com/2010/06/07/aplikasi-penginderaan-jauh-dalam-geologi/